Medan, | Dr Drs Nikson Nababan MSi, menghadiri Konferensi Cabang dan Diskusi Masa Depan (Konfercab dan Dimas) yang diinisiasi Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Kota Medan, Sabtu (18/05/2024).
Diskusi dihadiri puluhan kader dan Anggota ISNU Kota Medan dan sekitarnya. Acara tersebut mengambil tema ‘Bahaya Laten Kapitalisme Dunia Pendidikan dan Mempersiapkan SDM Unggul’, dengan narasumber Nikson Nababan bersama Akademisi UINSU Maslathif Dwi Purnomo PhD.
Ketua PC ISNU Kota Medan Eriza Hudori SE MSi, dalam sambutannya menyebut Bupati Tapanuli Utara 2 periode Niksom Nababan sangat pantas menjadi seorang pemimpin, khususnya di Sumatera Utara.
“Kita megetahui, Pak Nikson ingin mencalonkan diri menjadi Gubernur. Tentunya, kita menilai bahwa Nikson Nababan sangat pantas mengikuti kontestasi politik. Dengan pengalamannya memimpin Tapanuli Utara 2 periode lamanya,” ucapnya.
Sehingga, kata Eriza, Nikson dihadirkan sebagai nasumber, yang banyak menerapkan program pendidikan yang bermanfaat bagi Taput saat dirinya menjabat sebagai bupati.
“Dan kepada pak Maslathif, kita berharap bisa menyampaikan perbandingan pendidikan luar negeri dan Indonesia khususnya Sumatera Utara. Mengingat, Pak Maslathif mengenyam pendidikan di Australia,” imbuhnya.
Menurut Eriza, seseorang melakukan korupsi dan kezaliman saat ini berawal dari pendidikan. “Apakah SDM-SDM kita mampu saat ini. Untuk menghadapi tantangan masa depan.”
“Semoga diskusi ini membawa berkah dan manfaat bagi kita semua,” tutupnya.
Dr Drs Nikson Nababan MSi saat menyampaikan materinya, mengisahkan saat dirinya memutuskan pindah ke Yogyakarta dan kuliah di sana, Jurusan Pembangunan Desa. Di situ dia mendapat banyak pengetahuan bagaimana konsep membangun masyarakat desa.
“Saya bertekad membuat sebuah visi misi besar untuk membangun desa terutama di Tapanuli Utara. Terlebih saat saya menjadi bupati dua periode,” ujar suami Satika Simamora ini.
“Selayaknya kita membangun desa terlebih dahulu, baru kota. Hilirisasi pembangunan, itu semuanya kita mulai dari desa,” sebutnya lagi.
Nikson membeberkan, saat dirinya menetapkan satu kecamatan wajib 1 SMP. Begitu juga SMA, telah menciptakan sekolah unggulan di setiap kecamatan.
“Sekarang sistem zonasi, entah dengan alasan apa. 20 persen wajib untuk pendidikan, apakah ini sudah tercapai? Jika ingin membangun pendidikan, harus ada kebijakan-kebijakan strategis guna terwujudnya visi misi yang yang diinginkan.”
“Bisa nggak kita hilangkan istilah Sumut, semua urusan harus ada uang. Harus bisa! Semua urusan harus tuntas. Bagaimana kalau seorang pemimpin, katakanlah kepala daerah, dalam mengangkat pejabat-pejabat harus pakai uang. Kepala Dinas harus pakai uang,” tutur Nikson.
Nikson kembali mengingatkan seluruh kader ISNU, bahwa isu minoritas mayoritas terdengar miris. “Tuhan sudah ciptakan kita berbeda-beda dan beragam suku dan etnis. Inilah saatnya kita menilai setara, beragam suku dan bahasa. Bahwa Sumatera Utara itu harus menjadi penjaga Indonesia.”
Nikson pun mengajak seluruh kader ISNU, para sarjana NU, dan seluruh mahasiswa mampu menjadi agen keberagaman di samping menjadi penyambung lidah masyarakat guna mendorong kualitas pendidikan yang lebih baik dari saat ini.
Sementara itu Akademisi UIN Sumatera Utara Maslathif Dwi Purnomo PhD, yang juga menjadi narasumber dalam acara tersebut membeberkan segudang pengalamannya, kuliah di Luar Negeri (Australia) bahkan sambil bekerja
“Kuliah di luar negeri (misal Australia) Senang karena bisa kuliah dan bekerja, tapi juga sedih, karena jauh dari Indonesia,” ujar Maslathif.
“Seakan-akan kita mahasiswa Indonesia terkaget-kaget bahwa ada pengakuan bahwa kuliah di Australia itu enak.”
“Itu memang sengaja diciptakan, supaya pengakuan itu tersampaikan ke masyarakat luas. Mereka jelas meng-kavling citra pendidikan di bawah kapitalisasi,” sambungnya.
Banyak konsep pendidikan yang bisa diadopsi dari luar negeri. “Tentunya dengan menyesuaikan identitas budaya dan norma-norma yang ada di negara kita,” sambungnya.
Maslathif mengharapkan ISNU bisa mendorong konsep-konsep pendidikan yang lebih berkualitas bagi Indonesia, khususnya Sumatera Utara. Menyelaraskan alur pendidikan yang sesuai dengan budaya.
Menyinggung sosok Nikson Nababan, Maslathif mengakui belum mengenal sosoknya lebih dekat. “Namun saat beliau menjelaskan konsep pembangunan terlihat humble sekali. Sangat menguasai kondisinya, dan pengalaman beliau membenahi kualitas pensisikan juga baik sekali,” ungkapnya.
“Sosok Pak Nikson Nababan terlihat tidak menonjolkan levelitas. Nasionalis dan sangat menghormati keberagaman,” tutup Maslathif. *di/r#